LETAKAN KODE HTML CHATBOX ANDA
Sumber : http://4-jie.blogspot.com/2011/08/cara-memasang-float-chatbox-di-blog.html#ixzz1jWTyDHNZ © COPYRIGHT 2011
LETAKAN KODE HTML CHATBOX ANDA
Sumber : http://4-jie.blogspot.com/2011/08/cara-memasang-float-chatbox-di-blog.html#ixzz1jWTyDHNZ © COPYRIGHT 2011

Jumat, 13 Januari 2012

AsKep PENYAKIT JANTUNG KORONER AsKep PENYAKIT JANTUNG KORONER.Bismillah...Setelah kemarin kita belajar dan memposting tentang AsKep Angina Pektoris hari ini saya mencoba memposting berkaitan dengan Kesehatan jantung lainnya yaitu mengenai AsKep Penyakit Jantung Koroner.Penyakit jantung koroner yang satu ini termasuk terbanyak dari berbagai macam penyakit jantung yang diderita oleh manusia.Dan Prevalensinya lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada wanita. Langsung saja ke tujuan awal yaitu AsKep Penyakit Jantung Koroner A. Pengertian. Penyakit jantung koroner / penyakit arteri koroner (penyakit jantung artherostrofik) merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner. Plaque terbentuk pada percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirkomflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard infarct). Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993. B. Resiko dan insidensi Penyakit arteri koronaria merupakan masalah kesehatan yang paling lazim dan merupakan penyebab utama kematian di USA. Walaupun data epidemiologi menunjukan perubahan resiko dan angka kematian penyakit ini tetap merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan untuk mengadakan upaya pencegahan dan penanganan. Penyakit jantung iskemik banyak di alami oleh individu berusia yang berusia 40-70 tahun dengan angka kematian 20 %. (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993). askep penyakit jantung koroner, asuhan keperawatan jantung koroner, penyakit jantung koroner Faktor resiko yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner dapat di golongkan secara logis sebagai berikut: 1. Sifat pribadi Aterogenik. Sifat aterogenik mencakup lipid darah, tekanan darah dan diabetes melitus. Faktor ini bersama-sama berperan besar dalam menentuak kecepatan artero- genensis (Kaplan & Stamler, 1991). 2. Kebiasaan hidup atau faktor lingkungan yang tak di tentukan semaunya. Gaya hidup yang mempredisposisi individu ke penyakit jantung koroner adalah diet yang terlalu kaya dengan kalori, lemak jenuh, kolesterol, garam serta oleh kelambanan fisik, penambahan berat badan yang tak terkendalikan, merokok sigaret dan penyalah gunaan alkohol. (Kaplan & Stamler, 1991). 3. Faktor resiko kecil dan lainnya. Karena faktor resiko yang di tetapkan akhir-akhir ini tidak tampak menjelaskan keseluruhan perbedaan dalam kematian karena penyakit jantung koroner, maka ada kecurigaan ada faktor resiko utama yang tak diketahui bernar-benar ada. Berbagai faktor resiko yang ada antara lain kontrasepsi oral, kerentanan hospes, umur dan jenis kelamin (Kaplan & Stamler, 1991). C. Patofisiologi Penyakit jantung koroner dan miocardial infark merupakan respons iskemik dari miokardium yang di sebabkan oleh penyempitan arteri koronaria secara permanen atau tidak permanen. Oksigen di perlukan oleh sel-sel miokardial, untuk metabolisme aerob di mana Adenosine Triphospate di bebaskan untuk energi jantung pada saat istirahat membutuhakn 70 % oksigen. Banyaknya oksigen yang di perlukan untuk kerja jantung di sebut sebagai Myocardial Oxygen Cunsumption (MVO2), yang dinyatakan oleh percepatan jantung, kontraksi miocardial dan tekanan pada dinding jantung. Jantung yang normal dapat dengan mudah menyesuaikan terhadap peningkatan tuntutan tekanan oksigen dangan menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan volume darah ke sekat-sekat jantung. Pada jantung yang mengalami obstruksi aliran darah miocardial, suplai darah tidak dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi. Keadaan adanya obstruksi letal maupun sebagian dapat menyebabkan anoksia dan suatu kondisi menyerupai glikolisis aerobic berupaya memenuhi kebutuhan oksigen. Penimbunan asam laktat merupakan akibat dari glikolisis aerobik yang dapat sebagai predisposisi terjadinya disritmia dan kegagalan jantung. Hipokromia dan asidosis laktat mengganggu fungsi ventrikel. Kekuatan kontraksi menurun, gerakan dinding segmen iskemik menjadi hipokinetik. Kegagalan ventrikel kiri menyebabkan penurunan stroke volume, pengurangan cardiac out put, peningkatan ventrikel kiri pada saat tekanan akhir diastole dan tekanan desakan pada arteri pulmonalis serta tanda-tanda kegagalan jantung. Kelanjutan dan iskemia tergantung pada obstruksi pada arteri koronaria (permanen atau semntara), lokasi serta ukurannya. Tiga menifestasi dari iskemia miocardial adalah angina pectoris, penyempitan arteri koronarius sementara, preinfarksi angina, dan miocardial infark atau obstruksi permanen pada arteri koronari (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993). D. Mekanisme hipertensi meningkatkan resiko Bila kebanyakan pembacaan tekanan diastole tetap pada atau di atas 90 mmHg setelah 6-12 bulan tanpa terapi obat maka orang itu di anggap hipertensi dan resiko tambahan bagi penyakit jantung koroner. Secara sederhana di katakan peningkatan tekanan darah mempercepat arterosklerosis dan arteriosklerosis sehingga ruptur dan oklusi vaskuler terjadi sekitar 20 tahun lebih cepat daripada orang dengan normotensi. Sebagian mekanisme terlibat dalam proses peningkatan tekanan darah yang mengkibatkan perubahan struktur di dalam pembuluh darah, tetapi tekanan dalam beberpa cara terlibat langsung. Akibatnya, lebih tinggi tekanan darah, lebih besar jumlah kerusakan vaskular.

Askep Katarak Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Katarak Definisi Katarak Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air terjun. Askep Katarak Askep Katarak Jenis katarak yang paling sering ditemukan adalah katarak senilis dan katarak senilis ini merupakan proses degeneratif (kemunduran ). Perubahan yang terjadi bersamaan dengan presbiopi, tetapi disamping itu juga menjadi kuning warnanya dan keruh, yang akan mengganggu pembiasan cahaya. Walaupun disebut katarak senilis tetapi perubahan tadi dapat terjadi pada umur pertengahan, pada umur 70 tahun sebagian individu telah mengalami perubahan lensa walau mungkin hanya menyebabkan sedikit gangguan penglihatan. Etiologi Katarak 1. Ketuaan ( Katarak Senilis ) 2. Trauma 3. Penyakit mata lain ( Uveitis ) 4. Penyakit sistemik (DM) 5. Defek kongenital ( salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal, seperti German Measles ) Patofisiologi Katarak Anatomi Mata Anatomi Mata Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitaspada kapsul poterior merupakan bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Manifestasi Klinik Katarak Katarak Katarak Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pendangan menjadi kabur atau redup, mata silau yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pemeriksaan Diagnostik Katarak 1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina. 2. Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma. 3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg) 4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma. 5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glaukoma 6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan. 7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi. 8. EKG, kolesterol serum, lipid 9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM Penatalaksanaan Katarak Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif. Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau sarf optikus, seperti diabetes dan glaukoma. Ada 2 macam teknik pembedahan ; 1. Ekstraksi katarak intrakapsuler Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. 2. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler

A. Pendahuluan Hipertensi merupakan penyakit yang makin banyak dijumpai di Indonesia, terutama di kota besar. Di negara industri, hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan utama. Di Indonesia hipertensi juga merupakan masalah kesehatan yang sangat perlu diperhatikan oleh dokter, perawat, serta tim kesehatan lainnya yang berkeja pada pelayanan kesehatan primer, karena angka prevalensinya yang tinggi akibat jangka panjang yang ditimbulkannya. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer meliputi lebih kurang 90% dari seluruh pasien hipertensi dan 10% lainnya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Hanya 50% dari golongan hipertensi sekunder dapat diketahui penyebabnya dan dari golongan ini hanya beberapa persen yang dapat diperbaiki kelainannya. Oleh karena itu upaya penanggulangan hipertensi terhadap hipertensi primer baik mengenai patogenesis maupun tentang pengobatannya. Hipertensi tidak boleh dianggap penyakit yang ringan karena jika terlambat memberikan pertolongan penyakit ini akan merenggut nyawa penderita. (Prof. Tjokronegoro, Arjatma, 2001) B. Pembahasan 1. Pengertian Hipertensi adalah peningkatan tekanan pada systole, yang tingginya tergantung umur individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas – batas tertentu, tergantung pada posisi tubuh, umur dan tingkat stress. Hipertensi juga dapat digolongkan sebagai ringan, sedang atau berat, berdasarkan diastole. Hipertensi ringan apabila tekanan diastole 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang apabila tekanan diastole 105 – 114 mmHg, hipertensi berat apabila tekanan diastole > 115 mmHg. Menurut WHO (1978) batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama dengan atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Hipertensi adalah peningkatan tekana darah di atas normal yaitu bila tekanan sistolik (atas) 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic (bawah) 90 mmHg atau lebih. 2. Patofisiologi Meningkatnya tekanan darah di dalam saluran arteri bisa terjadi melalui beberapa cara, yaitu : jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya, arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut, karena-nya darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yan terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. Bertambahnya cairan dalam sirkuilasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah, hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh, volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanand arah juga meningkat, sebaliknya jia : aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun. Penyesuaian terhadap faktor – faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari system saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara : jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali normal. Jika tekanan darah menururn, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut rennin, yang memicu pembentukan hormone angiotensin, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena iti berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Perdangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah. Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari system saraf otonom, yang untuk sementara waktu akan : meningkatkan tekanan darah selama respon fight – or – flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar). Meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; jugta mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka, yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak). Mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh. Melepaskan hormone epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang merangsang jantung dan pembuluh darah. 3. Etiologi a. Usia Hipertensi akan makin meningkat dengan meningkatnya usia hipertensi pada yang berusia dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden panykit arteri dan kematian premature. b. Jenis Kelamin berdasar jenis kelamin pria umumnya terjadi insiden yang lebih tinggi daripada wanita. Namun pada usia pertengahan, insiden pada wanita mulai meningkat, sehingga pada usia di atas 65 tahun, insiden pada wanita lebih tinggi. c. Ras Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih. d. Pola Hidup Faktor seperti halnya pendidikan, penghasilan dan faktor pola hidup pasien telah diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah dan kehidupan atau pekerjaan yang penuh stress agaknya berhubungan dengan insiden hipertensi yang lebih tinggi. Obesitas juga dipandang sebagai faktor resiko utama. Merokok dipandang sebagai faktor resiko tinggi bagi hipertensi dan penyakit arteri koroner. Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia adalah faktor – faktor utama untuk perkembangan arterosklerosis yang berhubungan dengan hipertensi. 4. Berdasarkan penyebab, hipertensi di bagi dalam 2 golongan : a. Hipertensi primer / essensial Merupakan hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui, biasanya berhubungan dengan faktor keturunan dan lingkungan b. Hipertensi sekunder Merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui secara pasti, seperti gangguan pembuluh darah dan penyakit ginjal. 5. Faktor pencetus a. Obesitas b. Kebiasaan merokok c. Minuman beralkohol d. Penyakit kencing manis dan jantung e. Wanita yang tidak menstruasi f. Stress dan kurang olah raga g. Diet yang tidak seimbang, makanan berlemak dan tinggi kolesterol 6. Tanda dan Gejala a. Sakit kepala dan pusing b. Nyeri kepala berputar c. Rasa berat di tengkuk d. Marah / emosi tidak stabil e. Mata berkunang – kunang f. Telinga berdengung g. Sukar tidur h. Kesemutan i. Kesulitan bicara j. Rasa mual / muntah k. Epistaksis l. Migren m. Mudah lelah n. Tinistus yang diduga berhubungan dengan naiknya tekanan darah 7. Klasifikasi Hipertensi Klasifikasi hipertensi berdasarkan The Joint National Commite on Detection Evaluation and Treatmen of High Blood Pressure, adalah sebagai berikut : Kategori Sistolik Diastolik a. Normal tinggi (perbatasan) 130 – 139 85 – 89 b. Stadium 1, ringan 140 – 159 90 – 99 c. Stadium 2, sedang 160 – 179 100 – 109 d. Stadium 3, berat 180 – 209 110 – 119 e. Stadium 4, sangat berat 210 > 120 > 8. Komplikasi a. Stroke b. Infakr miokard c. Gagal ginjal d. Ensefalopati e. Gangguan penglihatan 9. Penatalaksanaan Medik a. Penatalaksanaan farmakologis / perubahan gaya hidup pengurangan asupan garam dan upaya penurunan berat badan, menghindari faktor resiko seperti merokok, minum alcohol, hiperlipidemia dan stress. b. Penatalaksanaan dengan obat berlandaskan beberapa prinsip Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan kasual. Pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan hartapan memperpanjang umur dan mengurangi komplikasi. Upaya menurunkan tekana darah dicapai denga menggunakan obat anti hipertensi selain dengan perubahan gaya hidup. Pengobatan hipertensi primer adalah pengobatan jangka panjang dengan kemungkinan besar untuk seumur hidup. Pengobatan penggunaan obat golongan diuretic, penyekat beta antagonis kalsium, dan penghambat enzim koversi angiotensin (penghambat ACE) merupakan anti hipertensi yang sering digunakan. 10. Penanganan, Perawatan dan Pencegahan Hipertensi a. Berobat / memeriksakan diri secara teratur b. Minum obat secara teratur c. Jangan menghentikan, mengubah dan menambah dosis dan jenis obat tanpa petunjuk dokter d. Konsultasikan dengan petugas kesehatan jika menggunakan obat untuk penyakit lain karena ada jenis obat yang dapat meningkatkan dan memperburuk hipertensi e. Usahakan untuk mempertahankan berat badan yang seimbang dengan mencegah kegemukan f. Batasi pemakaian garam (sodium) g. Tidak merokok h. Memperhatikan diet dengan memperbanyak makan buah dan sayuran dan membatasi minuman beralkohol i. Hindari minum kopi berlebihan j. Periksa tekanan darah secara teratur terutama jika usia sudah mencapai 40 tahun

DIABETES MELLITUS A. Pengertian Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002). Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002). B. Klasifikasi Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut : 1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM) 2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM) 3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya 4. Diabetes mellitus gestasional (GDM) C. Etiologi 1. Diabetes tipe I: a. Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. b. Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen. c. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta. 2. Diabetes Tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko : a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th) b. Obesitas c. Riwayat keluarga D. Patofisiologi/Pathways E. Tanda dan Gejala Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah : 1. Katarak 2. Glaukoma 3. Retinopati 4. Gatal seluruh badan 5. Pruritus Vulvae 6. Infeksi bakteri kulit 7. Infeksi jamur di kulit 8. Dermatopati 9. Neuropati perifer 10. Neuropati viseral 11. Amiotropi 12. Ulkus Neurotropik 13. Penyakit ginjal 14. Penyakit pembuluh darah perifer 15. Penyakit koroner 16. Penyakit pembuluh darah otak 17. Hipertensi

A. Konsep Dasar Teori 1. Pengertian Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406). Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125). Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1). Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000). 2. Etiologi Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi yaitu, a. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga). b. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam). c. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae (demam tiap hari empat). d. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale. Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001). 3. Jenis-jenis malaria Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya antara lain sebagai berikut : a. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum) Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin). Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika: Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever). b. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae) Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil. Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi. c. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale) Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari. d. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam. Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.

Kanker OtakKanker Otak Gejala-Gejala Dari Kanker Otak Gejala-gejala yang paling umum dari kanker otak adalah kelemahan, kesulitan berjalan, seizures, dan sakit-sakit kepala. Gejala-gejala umum lain adalah mual, muntah, penglihatan kabur, atau perubahan pada kesiap-siagaan seseorang, kapasitas mental, memori, kemampuan berbicara, atau kepribadian. Gejala-gejala ini dapat juga terjadi pada orang-orang yang tidak mempunyai kanker otak, dan tidak satupun dari gejala-gejala ini sendirian atau dalam kombinasi dapat memprediksi bahwa seseorang mempunyai kanker otak. Kanker-kanker otak yang sedikit menghasilkan sedikit atau tidak ada gejala-gejala. Tes-Tes Yang Digunakan Untuk Mendiagnosa Kanker Otak Tes awal adalah interview (wawancara) dan pemeriksaan fisik dari orangnya oleh dokter yang kompeten (mampu). Hasil-hasil dari interaksi ini akan menentukan apakah tes-tes spesifik lain perlu dilakukan. Tes yang paling sering digunakan untuk mendeteksi kanker otak adalah CAT scan (computed automated tomography atau CT). Tes ini merupakan rentetan dari x-rays dan tidak menyakitkan, meskipun adakalanya zat pewarna (dye) perlu disuntikan kedalam vena untuk gambar-gambar yang lebih baik dari struktur-struktur internal otak. Tes yang lain memperoleh popularitas karena kepekaan tingginya untuk mendeteksi perubahan-perubahan anatomic dalam otak adalah MRI (magnetic resonance imaging). Tes ini juga merupakan rentetan dari x-rays dan menunjukan struktur-struktur otak dalam detil lebih baik daripada CT. MRI tidak tersedia seluas seperti CT scanning. Jika tes-tes menunjukan bukti (tumor-tumor atau kelainan-kelainan dalam jaringan otak) dari kanker otak, maka dokter-dokter lain seperti ahli-ahli bedah syaraf, ahli-ahli syaraf yang spesialisasi dalam merawat penyakit-penyakit otak akan dikonsultasikan untuk membantu menentukan apa yang harus dilakukan untuk merawat pasien. Tes-tes lain (jumlah-jumlah sel darah putuh, electrolit-elektrolit, dll.) kemungkinan dipesan oleh dokter untuk membantu menentukan keadaan kesehatan pasien atau untuk mendeteksi persoalan-persoalan kesehatan lain.

KANKER SERVIKS A. PENGERTIAN Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997). B. ETIOLOGI Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain : 1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda 2. Jumlah kehamilan dan partus Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks. 3. Jumlah perkawinan Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini. 4. Infeksi virus Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks 5. Sosial Ekonomi Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh. 6. Hygiene dan sirkumsisi Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma. 7. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks. C. Klasifikasi pertumbuhan sel akan kankers serviks Mikroskopis 1. Displasia Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis. Displasia berat terjadi pada dua pertiga epidermihampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma insitu. 2. Stadium karsinoma insitu Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang tumbuh didaerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks. 3. Stadium karsinoma mikroinvasif. Pada karksinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining kanker. 4. Stadium karsinoma invasif Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel bervariasi. Petumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan forniks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri. 5. Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tumbuh kearah vagina dan dapat mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan ini mudah nekrosis dan perdarahan. Pertumbuhan endofilik, biasanya lesi berbentuk ulkus dan tumbuh progesif meluas ke forniks, posterior dan anterior ke korpus uteri dan parametrium. Pertumbuhan nodul, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambatlaun lesi berubah bentuk menjadi ulkus. Markroskopis 1. Stadium preklinis Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa 2. Stadium permulaan Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum 3. Stadium setengah lanjut Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio 4. Stadium lanjut Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah. I. D. GEJALA KLINIS 1. Perdarahan Sifatnya bisa intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal perdarahan terjadi lambat. 2. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebeluma ada perdarahan. Pada stadium lebih lanjut perdarahan dan keputihan lebih banyak disertai infeksi sehingga cairan yang keluar berbau. E. Pemeriksaan diagnostik 1. Sitologi/Pap Smear Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat. Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi. 2. Schillentest Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna. 3. Koloskopi Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan dibesarkan 10-40 kali. Keuntungan ; dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsy. Kelemahan ; hanya dapat memeiksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang kelianan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak terlihat. 4. Kolpomikroskopi Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali 5. Biopsi Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya. 6. Konisasi Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas. II. F. KLASIFIKASI KLINIS • Stage 0:Ca.Pre invasif • Stage I: Ca. Terbatas pada serviks • Stage Ia ; Disertai invasi dari stroma yang hanya diketahui secara histopatologis • Stage Ib : Semua kasus lainnya dari stage I • Stage II : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai kepanggul telah mengenai dinding vagina. Tapi tidak melebihi dua pertiga bagian proksimal • Stage III : Sudah sampai dinding panggul dan sepertiga bagian bawah vagina • Stage IIIB : Sudah mengenai organ-organ lain. G. Terapi 1. Irradiasi • Dapat dipakai untuk semua stadium • Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk • Tidak menyebabkan kematian seperti operasi. 2. Dosis Penyinaran ditujukan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks 3. Komplikasi irradiasi • Kerentanan kandungan kencing • Diarrhea • Perdarahan rectal • Fistula vesico atau rectovaginalis 4. Operasi • Operasi Wentheim dan limfatektomi untuk stadium I dan II • Operasi Schauta, histerektomi vagina yang radikal 5. Kombinasi • Irradiasi dan pembedahan Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami kesukaran dan sering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah. 6. Cytostatika : Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5 % dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, diangap resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama.

ASKEP KANKER PAYUDARA 1. Pengertian Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh berupa ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk bejolan di payudara. Jika benjolan kanker itu tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar (metastase) pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi pada kelenjar getah bening (limfe) ketiak ataupun di atas tulang belikat. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit. (Erik T, 2005, hal : 39-40) Kanker payudara adalah pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi ganas. (http//www.pikiran-rakyat.com.jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, sumber : Harianto, dkk) 2. Etiologi Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa faktor resiko pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara, yaitu : 1. Tinggi melebihi 170 cm Wanita yang tingginya 170 cm mempunyai resiko terkena kanker payudara karena pertumbuhan lebih cepat saat usia anak dan remaja membuat adanya perubahan struktur genetik (DNA) pada sel tubuh yang diantaranya berubah ke arah sel ganas. 2. Masa reproduksi yang relatif panjang. 1. Menarche pada usia muda dan kurang dari usia 10 tahun. 2. Wanita terlambat memasuki menopause (lebih dari usia 60 tahun) 3. Wanita yang belum mempunyai anak Lebih lama terpapar dengan hormon estrogen relatif lebih lama dibandingkan wanita yang sudah punya anak. 4. Kehamilan dan menyusui Berkaitan erat dengan perubahan sel kelenjar payudara saat menyusui. 5. Wanita gemuk Dengan menurunkan berat badan, level estrogen tubuh akan turun pula. 6. Preparat hormon estrogen Penggunaan preparat selama atau lebih dari 5 tahun. 7. Faktor genetik Kemungkinan untuk menderita kanker payudara 2 – 3 x lebih besar pada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya menderita kanker payudara. (Erik T, 2005, hal : 43-46) 3. Anatomi fisiologi 1. Anatomi payudara Secara fisiologi anatomi payudara terdiri dari alveolusi, duktus laktiferus, sinus laktiferus, ampulla, pori pailla, dan tepi alveolan. Pengaliran limfa dari payudara kurang lebih 75% ke aksila. Sebagian lagi ke kelenjar parasternal terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula pengaliran yang ke kelenjar interpektoralis. 2. Fisiologi payudara Payudara mengalami tiga perubahan yang dipengaruhi hormon. Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium dan menopause. Sejak pubertas pengaruh ekstrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus. Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur menstruasi. Sekitar hari kedelapan menstruasi payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang menstruasi payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada waktu itu pemeriksaan foto mammogram tidak berguna karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu menstruasi mulai, semuanya berkurang. Perubahan ketiga terjadi waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu. (Samsuhidajat, 1997, hal : 534-535) 4. Insiden Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa lima besar kanker di dunia adalah kanker paru-paru, kanker payudara, kanker usus besar dan kanker lambung dan kanker hati. Sementara data dari pemeriksaan patologi di Indonesia menyatakan bahwa urutan lima besar kanker adalah kanker leher rahim, kanker payudara, kelenjar getah bening, kulit dan kanker nasofaring (Anaonim, 2004). Angka kematian akibat kanker payudara mencapai 5 juta pada wanita. Data terakhir menunjukkan bahwa kematian akibat kanker payudara pada wanita menunjukkan angka ke 2 tertinggi penyebab kematian setelah kanker rahim. (http//www.pikiran-rakyat.com.jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, sumber : Harianto, dkk). 5. Patofisiologi Kanker payudara bukan satu-satunya penyakit tapi banyak, tergantung pada jaringan payudara yang terkena, ketergantungan estrogennya, dan usia permulaannya. Penyakit payudara ganas sebelum menopause berbeda dari penyakit payudara ganas sesudah masa menopause (postmenopause). Respon dan prognosis penanganannya berbeda dengan berbagai penyakit berbahaya lainnya. Beberapa tumor yang dikenal sebagai “estrogen dependent” mengandung reseptor yang mengikat estradiol, suatu tipe ekstrogen, dan pertumbuhannya dirangsang oleh estrogen. Reseptor ini tidak manual pada jarngan payudara normal atau dalam jaringan dengan dysplasia. Kehadiran tumor “Estrogen Receptor Assay (ERA)” pada jaringan lebih tinggi dari kanker-kanker payudara hormone dependent. Kanker-kanker ini memberikan respon terhadap hormone treatment (endocrine chemotherapy, oophorectomy, atau adrenalectomy). (Smeltzer, dkk, 2002, hal : 1589) 6. Gejala klinik Gejala-gejala kanker payudara antara lain, terdapat benjolan di payudara yang nyeri maupun tidak nyeri, keluar cairan dari puting, ada perlengketan dan lekukan pada kulit dan terjadinya luka yang tidak sembuh dalam waktu yang lama, rasa tidak enak dan tegang, retraksi putting, pembengkakan lokal. (http//www.pikiran-rakyat.com.jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, Harianto, dkk) Gejala lain yang ditemukan yaitu konsistensi payudara yang keras dan padat, benjolan tersebut berbatas tegas dengan ukuran kurang dari 5 cm, biasanya dalam stadium ini belum ada penyebaran sel-sel kanker di luar payudara. (Erik T, 2005, hal : 42) 7. Klasifikasi kanker payudara 1. Tumor primer (T) 1. Tx : Tumor primer tidak dapat ditentukan 2. To : Tidak terbukti adanya tumor primer 3. Tis : Kanker in situ, paget dis pada papila tanpa teraba tumor 4. T1 : Tumor < 2 cm T1a : Tumor < 0,5 cm T1b : Tumor 0,5 – 1 cm T1c : Tumor 1 – 2 cm 5. T2 : Tumor 2 – 5 cm 6. T3 : Tumor diatas 5 cm 7. T4 : Tumor tanpa memandang ukuran, penyebaran langsung ke dinding thorax atau kulit. T4a : Melekat pada dinding dada T4b : Edema kulit, ulkus, peau d’orange, satelit T4c : T4a dan T4b T4d : Mastitis karsinomatosis 2. Nodus limfe regional (N) 1. Nx : Pembesaran kelenjar regional tidak dapat ditentukan 2. N0 : Tidak teraba kelenjar axila 3. N1 : Teraba pembesaran kelenjar axila homolateral yang tidak melekat. N2 : Teraba pembesaran kelenjar axila homolateral yang melekat satu sama lain atau melekat pada jaringan sekitarnya. N3 : Terdapat kelenjar mamaria interna homolateral 3. Metastas jauh (M) 1. Mx : Metastase jauh tidak dapat ditemukan 2. M0 : Tidak ada metastase jauh 3. M1 : Terdapat metastase jauh, termasuk kelenjar subklavikula 8. Stadium kanker payudara : 1. Stadium I : tumor kurang dari 2 cm, tidak ada limfonodus terkena (LN) atau penyebaran luas. 2. Stadium IIa : tumor kurang dari 5 cm, tanpa keterlibatan LN, tidak ada penyebaran jauh. Tumor kurang dari 2 cm dengan keterlibatan LN 3. Stadium IIb : tumor kurang dari 5 cm, dengan keterlibatan LN. Tumor lebih besar dari 5 cm tanpa keterlibatan LN 4. Stadium IIIa : tumor lebih besar dari 5 cm, dengan keterlibatan LN. semua tumor dengan LN terkena, tidak ada penyebaran jauh 5. Stadium IIIb : semua tumor dengan penyebaran langsung ke dinding dada atau kulit semua tumor dengan edema pada tangan atau keterlibatan LN supraklavikular. 6. Stadium IV : semua tumor dengan metastasis jauh. (Setio W, 2000, hal : 285) 9. Pemeriksaan diagnostik 1) Mammagrafi, yaitu pemeriksaan yang dapat melihat struktur internal dari payudara, hal ini mendeteksi secara dini tumor atau kanker. 2) Ultrasonografi, biasanya digunakan untuk membedakan tumor sulit dengan kista. 3) CT. Scan, dipergunakan untuk diagnosis metastasis carsinoma payudara pada organ lain 4) Sistologi biopsi aspirasi jarum halus 5) Pemeriksaan hematologi, yaitu dengan cara isolasi dan menentukan sel-sel tumor pada peredaran darah dengan sendimental dan sentrifugis darah. (Michael D, dkk, 2005, hal : 15-66) 10. Pencegahan Perlu untuk diketahui, bahwa 9 di antara 10 wanita menemukan adanya benjolan di payudaranya. Untuk pencegahan awal, dapat dilakukan sendiri. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan sehabis selesai masa menstruasi. Sebelum menstruasi, payudara agak membengkak sehingga menyulitkan pemeriksaan. Cara pemeriksaan adalah sebagai berikut : 1. Berdirilah di depan cermin dan perhatikan apakah ada kelainan pada payudara. Biasanya kedua payudara tidak sama, putingnya juga tidak terletak pada ketinggian yang sama. Perhatikan apakah terdapat keriput, lekukan, atau puting susu tertarik ke dalam. Bila terdapat kelainan itu atau keluar cairan atau darah dari puting susu, segeralah pergi ke dokter. 2. Letakkan kedua lengan di atas kepala dan perhatikan kembali kedua payudara. 3. Bungkukkan badan hingga payudara tergantung ke bawah, dan periksa lagi. 4. Berbaringlah di tempat tidur dan letakkan tangan kiri di belakang kepala, dan sebuah bantal di bawah bahu kiri. Rabalah payudara kiri dengan telapak jari-jari kanan. Periksalah apakah ada benjolan pada payudara. Kemudian periksa juga apakah ada benjolan atau pembengkakan pada ketiak kiri. 5. Periksa dan rabalah puting susu dan sekitarnya. Pada umumnya kelenjar susu bila diraba dengan telapak jari-jari tangan akan terasa kenyal dan mudah digerakkan. Bila ada tumor, maka akan terasa keras dan tidak dapat digerakkan (tidak dapat dipindahkan dari tempatnya). Bila terasa ada sebuah benjolan sebesar 1 cm atau lebih, segeralah pergi ke dokter. Makin dini penanganan, semakin besar kemungkinan untuk sembuh secara sempurna. 6. Lakukan hal yang sama untuk payudara dan ketiak kanan (www.vision.com jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, sumber : Ramadhan) 11. Penanganan Pembedahan 1. Mastektomi parsial (eksisi tumor lokal dan penyinaran). Mulai dari lumpektomi sampai pengangkatan segmental (pengangkatan jaringan yang luas dengan kulit yang terkena). 2. Mastektomi total dengan diseksi aksial rendah seluruh payudara, semua kelenjar limfe dilateral otocpectoralis minor. 3. Mastektomi radikal yang dimodifikasi Seluruh payudara, semua atau sebagian besar jaringan aksial 1) Mastektomi radikal Seluruh payudara, otot pektoralis mayor dan minor dibawahnya : seluruh isi aksial. 2) Mastektomi radikal yang diperluas Sama seperti mastektomi radikal ditambah dengan kelenjar limfe mamaria interna.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HIV-AIDS Konsep Dasar I. Pengertian AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya. II. Etiologi Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu : 1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala. 2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness. 3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada. 4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut. 5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist. AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah : 1. Lelaki homoseksual atau biseks. 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi. 2. Orang yang ketagian obat intravena 3. Partner seks dari penderita AIDS 4. Penerima darah atau produk darah (transfusi). IV. Pemeriksaan Diagnostik 1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV : - ELISA - Western blot - P24 antigen test - Kultur HIV 2. Tes untuk deteksi gangguan system imun. - Hematokrit. - LED - CD4 limfosit - Rasio CD4/CD limfosit - Serum mikroglobulin B2 - Hemoglobulin V. Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan I. Pengkajian. 1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat. 2. Penampilan umum : pucat, kelaparan. 3. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur. 4. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis. 5. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi. 6. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis. 7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia. 8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL. 9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness. 10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif. 11. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning. 12. Gu : lesi atau eksudat pada genital, 13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif. II. Diagnosa keperawatan 1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko. 2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan. 3. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan. 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi. 5. Diare berhubungan dengan infeksi GI 6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.

ASUHAN KEPERAWATAN HEPATITIS A. DEFINISI Hepatitis virus akut adalah penyakit infeksi yang penyebarannya luas, walaupun efek utamanya pada hati.( Syivia .A. price : 2005 hal : 485 ) Hepatitis virus akut adalah penyakit pada hati yang gejala utamanya berhubungan erat dengan adanya nekrosis pad hati. Biasanya disebabkan oleh virus yaitu virus hepatitis A, virus hepatitis B, virus hepatitis C, dll.( Arief Mansjoer, 2001 : 513 ) Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999). Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001) B. ETIOLOGI Type A Type B Type C Type D Type E Metode transmisi Fekal-oral melalui orang lain Parenteral seksual, perinatal Parenteral jarang seksual, orang ke orang, perinatal Parenteral perinatal, memerlukan koinfeksi dengan type B Fekal- oral Kepa- rahan Tak ikterik dan asimto- matik Parah Menyebar luas, dapat berkem- bang sampai kronis Peningkatan insiden kronis dan gagal hepar akut Sama dengan D Sumber virus Darah, feces, saliva Darah, saliva, semen, sekresi vagina Terutama melalui darah Melalui darah Darah, feces, saliva 2.Alkohol Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis. 3.Obat-obatan Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis akut. C.TANDA DAN GEJALA 1.Masa tunas Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari) Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari) Virus non A dan non B : 15-150 hari (rata-rata 50 hari) 2.Fase Pre Ikterik Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul), nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit. Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek terutama sore hari, suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B. 3.Fase Ikterik Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu I, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang disertai gatal-gatal pasa seluruh badan, rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu. 4.Fase penyembuhan Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan lekas capai. D.PATOFOSIOLOGI Patways Klik Untuk Melihat Pathway Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh usus disertai nkrosis dan inflamasi pada sel – sel hati yang menghsilkan kumpulan perubahanklinis, biokimia serta seluler yang khas. Disini hepatitis dibagi menjadi dua yaitu hepatitis A dan hepatitis B. Hepatitis A dinamakan hepatitis hepatitis infekglusa, dosebabkan oleh virus RNA dari vamili anterovirus. Cara penularanya melalui fekal orl terutama lewat konsumsi makanan dan minuman yang tercemar virus tersebt. Masa inkubasi diperkirakan 1 – 7 minggu dengan rata – rata 30 hari. Ketika gejala muncul, bentuknya berupa infeks saluran nafas atas yang ringan seperti flu dengan panas yang tidak terlalu tinggi. Anoreksia merupakan gejala dini dan diperkirakan terjadi akibat pelepasan toksin oleh hati yang rusak tersebut untuk melakukan detoksifikasi produk yang abnormal. Sedangkan Hepatitis B berbeda dengan hepatitis A, ditularkan melalui darah (jalur perkutan dan permukosa). Virus tersebut pernah ditemukan oleh darah, saliva, semen serta sekretvagina dan dapat ditularkan lewat mmbran mukosa serta pada luka kulit. Memiliki masa inkubasi panjang. Gejala dan tanda samar dan bervariasi. Panas dan gejala pernapasan jarang ditemukan E.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1.Laboratorium a.Pemeriksaan pigmen - urobilirubin direk - bilirubun serum total - bilirubin urine - urobilinogen urine - urobilinogen feses b.Pemeriksaan protein - protein totel serum - albumin serum - globulin serum - HbsAG c. Waktu protombin - respon waktu protombin terhadap vitamin K d. Pemeriksaan serum transferase dan transaminase - AST atau SGOT - ALT atau SGPT - LDH - Amonia serum 2. Radiologi - foto rontgen abdomen - pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel radioaktif - kolestogram dan kalangiogram - arteriografi pembuluh darah seliaka 3. Pemeriksaan tambahan - laparoskopi - biopsi hati

askep dermatitisASKEP KLIEN Dermatitis Alergi A.Definisi Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan meka nisme imunologik yang spesifik. Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui oleh sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit. Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis, dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul reaksi alergi. B.Etiologi Dermatitis Kontak Iritan Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik Dermatitis Kontak AlergiASKEP KLIEN Dermatitis Alergi A.Definisi Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan meka nisme imunologik yang spesifik. Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui oleh sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit. Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis, dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul reaksi alergi. B.Etiologi Dermatitis Kontak Iritan Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik Dermatitis Kontak Alergi